Cemburu
Sedari jam 5 tadi, sebenarnya Kaira sudah bangun. Dan yang ia lakukan hanyalah bermain ponsel.
Sesekali melirik kearah Gavriel yang tertidur di sofa.
Sejujurnya, baru kali ini ia masuk rumah sakit dan memiliki ruang rawat sendiri, biasanya tidak. Ruang rawat ini benar-benar luas, ia menjadi bertanya-tanya, sebanyak apa harta keluarga Alaric?
Tak lama, suara pintu dibuka terdengar. Naomi ternyata.
“Masih tidur itu?” Kaira menganggukkan kepalanya.
“Ini Mama bawain bubur, dimakan ya. Mual gak?”
“Sedikit, makasih ya Ma,” ujar Kaira tersenyum.
“Mama keluar ya, mau nemenin Papa ditaman tuh,” ujar Naomi dan sekali lagi diangguki oleh Kaira.
“Udah bangun?” Tak lama dari Naomi keluar, suara serak khas bangun tidur itu terdengar.
“Hah? Udah,”
Gavriel berjalan kearahnya lalu duduk disamping ranjangnya itu.
“Tadi siapa? Ini dari siapa?”
“Mama Naomi,” balas Kaira santai.
Mendengarnya, Gavriel cukup terkejut. “Mau makan ini?”
“Masa gak dimakan?”
“Saya cobain dulu,” ujar Gavriel.
“Aneh,” gumam Kaira sedikit kesal.
“Sana, mending pulang, terus siap-siap kerja. Daripada disini,” lanjutnya.
“Saya diusir?”
Kaira menganggukkan.
“Gue dis — GAVRIEL!”
“Yang bener dulu ngomongnya, kan kemarin udah dicontohin sama Mama,”
“Alay!”
“Disini masih lama? Pulang yuk ah! Udah bisa lari ini gu — ”
“Yang betul ngomongnya,”
“Protes aja,” sinis Kaira.
“Kata dokter hari Sabtu udah boleh pulang,”
“Lama banget! Sekarang aja,”
“Makan dulu,” ujar Gavriel.
“Lo — ”
“Kaira,”
“Demi Tuhan! Lo — kamu protes mulu! Beneran Gavriel apa?”
“Btw, ini yang namain kontak kamu di hp gu — aku siapa? Kamu?”
“Iya,”
“Alay sumpah, kayak anak ABG baru jadian!”
“Kaira,” panggil Gavriel.
“Apa?” Sahut Kaira sembari menyiapkan bubur kedalam mulutnya.
“I love you,”
Kaira meliriknya. “Ngelanggar perjanjian nomor 2! 5 juta!”
Laki-laki itu malah tersenyum mendengarnya, “Kamu segitu ingetnya sama perjanjian itu?”
“Iyalah!”
“Kalo semisal saya buang perjanjiannya, gimana?”
“Yaudah buang aja, kan mau cerai juga,”
“Kaira Jasmine.”
Kaira senang melihat perubahan wajah laki-laki itu. “Apa, kenapa?”
“Jangan ngomong gitu,”
“Kontraknya 2 tahun, kan tadi kamu ngelanggar perjanjian nomor 2 tuh, berarti 5 juta. Karena aku juga ngelanggar, jadinya 5 juta nya kamu pegang aja, aku udah bayar berarti,” ujarnya.
“Pengen banget saya cium kayaknya ya,”
“Enak aja!”
“First kiss kamu siapa?” Tanya Kaira tiba-tiba.
“Kamu,”
Kaira mengangguk. “Kamu?” Tanya Gavriel penasaran.
“Ada cowok,” ujar Kaira.
Gavriel benar-benar merubah raut wajahnya. Entah kenapa ia merasa benar-benar cemburu mendengarnya.
“Siapa? Mahesa? Kamu pernah dicium sama dia? Dimana aja?”
“Di pipi, di kening, di tangan, di bibir juga,” balas Kaira santai.
Tak lama laki-laki itu bangkit dari duduknya, mengambil ponselnya lalu berjalan menuju pintu.
Kaira terkekeh pelan melihatnya. “Gavriel,” panggilnya. Tidak ada sahutan, laki-laki itu sama sekali tidak memberhentikannya langkahnya.
“Mas El,”
“Apa?”
“Bales dulu dong! Tadi nanya,” candanya.
“Iya,” balas Gavriel singkat lalu benar-benar keluar dari ruangan itu.
Laki-laki itu cemburu? Lucu sekali.
Lantas, ia memencet bel agar suster datang ke ruangannya, ia meminta untuk diperbolehkan keluar dengan alasan ingin mencari suaminya dan diperbolehkan dengan syarat hanya disekitar rumah sakit.
Sambil berjalan dengan memegang tiang infusnya. Ia mencari laki-laki itu kemanapun, namun nihil. Cepat sekali perginya laki-laki itu.
Sampai akhirnya, ia berada ditaman. Terlihat banyak orang disana. Matanya mencari sosok pria yang memang sedang ia cari. Tidak ada.
Perlahan, ia berjalan menuju kursi lalu duduk disana.
Agak lama ia duduk disana, sekitar 30 menitan.
“Nanti perut gue kayak ibu itu dong?” Gumamnya ketika melihat seorang ibu hamil.
“Sehat-sehat ya,” ujarnya sembari mengelus perut ratanya.
Merasa terlalu lama disana, ia bangkit. Ingin kembali ke ruang rawatnya, seperti Gavriel benar-benar kesal padanya.
“Kaira!” Mendengar namanya disebut, ia menoleh. Itu Gavriel yang berlari kearahnya. Dibelakang laki-laki itu ada Marlon, Tristan, bahkan Raisa dan Bianca.
Untuk pertama kalinya, Gavriel memeluk tubuhnya, erat. Benar-benar erat dari terakhir kali ia memeluk pria itu.
“Kenapa?” tanya Kaira bingung.
“Kai, lo dari mana sih?! Kita nyariin, lo gak ada diruamg rawat! Kata suster lo keluar!”
Kaira masih mencerna semua ucapan itu. “Gue disini dari tadi, kenapa?”
“Kalo mau keluar sendirian, bilang dulu sama suster atau dokternya,” ujar Bianca.
Lalu Tristan dan Marlon duduk dikursi yang tadi Kaira duduki. Sedangkan Raisa dan Bianca mengatakan ungu membeli air minum.
“Bisa lepas gak pelukannya? Pegel,” ujar Kaira membuat Tristan dan Marlon yang melihat itu mendecih.
“Bucin!”
“Ngapain keluar sendirian?”
“Nyari kamu,”
“Ngapain nyari dia, Kai? Dibilang, dia gak bakal kemana-mana,” ujar Marlon.
“Ngapain cari saya? Saya beli minum tadi,” ujar Gavriel.
“Kan ngambek!”
Tak lama, Bianca dan Raisa datang, bersama Mahesa dan Amyra.
Membuat Gavriel agak kesal melihat sepupunya itu. Bukan apa-apa, walaupun mereka sama-sama sudah menikah namun mau bagaimanapun Mahesa adalah mantan pacar istrinya!
“Panas disini, gak mau pindah aja?” Seru Amyra.
“Itu bisa gak usah gandengan gitu kan? Gak bakal ilang lagi istri lo!” Seru Tristan.
Namun Gavriel tetap enggan untuk melepaskan. Ia menggenggam tangan Kaira erat.
“Nanti saya cium,” bisiknya dan mendapatkan cubitan kecil di lengannya.
Entah kenapa, dirumah sakit ini ia benar-benar merasa sangat diperhatikan. Apalagi dengan laki-laki bernama Gavriel itu.
Laki-laki itu benar-benar terus menemaninya, mengajaknya mengobrol atau sekedar mencium keningnya. Gavriel benar-benar berubah 180 derajat.
Sekarang laki-laki itu sedang tidak ada dirumah sakit, ia izin kepadanya untuk pergi sebentar ke kantor. Meninggalkan Marlon, Raisa dan Bianca. Tristan? Dia ada keperluan mendadak.
“Abis dari sini lo sama Gavriel mau gimana?” Tanya Marlon tiba-tiba.
“Gimana maksudnya?”
“Mau lanjut atau pisah?”
Kaira diam tak menjawab. Jujur, dari dalam lubuk hatinya ia tidak mau bercerai dengan Gavriel. Biarkan jika ia harus melanggar perjanjian mereka, ada rasa nyaman pada dirinya ketika berada didekat Gavriel, dan akhir-akhir ini, ia merasa ingin selalu ada didekat laki-laki itu, atau karena bawaan hamil?
Melihat Kaira yang tidak menjawab, Marlon menyeletuk,
“Kata Bang Tristan, Mama udah tau sama kontrak pernikahan kalian, lo berdua disuruh cerai setelah melahirkan, terus anak lo dibawa keluarga Alaric, kalo tetep maksa, Gavriel dikeluarin dari daftar ahli waris, bisa dibilang dia gak bakal ngurus kantor lagi,”
Bianca sudah berusaha sebisanya untuk menghentikan Marlon berbicara seperti itu, apalagi Raisa yang sedari tadi sudah mencubit serta menginjak kaki Marlon agar tidak melanjutkan ucapannya.
Berbeda dengan Kaira. Mama Naomi menyuruh mereka bercerai, dan anak yang sedang dikandungnya akan dibawa bersama keluarga itu. Rela? Tentu tidak! Memangnya ada seorang ibu yang rela dijauhkan dari anaknya? Apalagi ketika Marlon mengatakan bahwa kalau mereka mengelak, Gavriel tidak akan mengurus perusahaan lagi.
Kenapa menjadi rumit seperti ini? Ia tidak bisa melepaskannya begitu saja.
Namun, kenapa Gavriel bersikap baik-baik saja dihadapannya? Apa pria itu belum tahu? Tapi tidak mungkin.
“Kai..”
“Gue.. gue mau istirahat,” ujar Kaira.
“Kita keluar ya..”
Diluar, tentu Marlon mendapatkan banyak cacian dari dua perempuan disampingnya.
“Ya.. maaf…”
