máirA,
4 min readJun 1, 2024

Lembut

“Assalamu’alaikum, sayang?”

Sera yang sedang mengoreksi tugas para mahasiswanya diruang keluarga lantas bangkit ketika mendengar suara itu.

“Wa’alaikuma salam, aku dis — eh, kenapa?” Raut wajah Sera langsung berubah ketika Airlangga memberinya sebuah pelukan yang sangat erat.

“Maafin aku, maaf sayang. Kamu gak kenapa-kenapa? Berapa lama nunggunya? Maafin aku,”

Sera terkekeh kecil mendengar ucapan itu, ia membalas pelukan erat sang suami. “Aku gak kenapa-kenapa, lebay!” ujarnya.

Airlangga menatap wajah sang istri, “berapa lama nunggunya? Maaf sayang,”

“Gak lama, 15 menit aja,” Bohong.

Sera sengaja berbohong tentang ini. Maksudnya, agar Airlangga tidak terlalu merasa bersalah, toh ini juga sebenarnya tidak apa-apa.

Perempuan yang masih menggunakan kemeja itu melepaskan pelukannya lalu kembali kepada aktifitasnya.

“Lagi apa?”

“Nilai,” Sahut Sera.

“Kamu beneran gak kenapa-kenapa?” Tanya Airlangga lagi.

Perempuan yang fokus pada laptopnya itu, kini mengalihkan pandangannya kepada sang suami yang duduk didepannya.

“Air, hey, kamu gak perlu sampai se khawatir itu? I’m fine, I can take care of myself. Sebenernya kalo memang kamu masih ada kerjaan dikantor gapapa gak harus dipaksain pulang, ini bukan masalah yang penting,” ujar Sera.

“Semua yang berkaitan dan berhubungan sama kamu itu penting. Gak ada gak penting, kamu penting buatku, kamu istriku, tanggung jawabku, kamu akan selalu penting.” sahut Airlangga. Sera menatapnya, tidak menyangka bahwa Airlangga akan menjawab demikian.

“Sudah makan?” Tanya Airlangga dan ia mendapatkan gelengan sebagai jawaban.

“Mau makan apa ibu dosen?” Tanya laki-laki itu dengan sangat lembut.

Sera tidak tahu bagaimana bisa laki-laki tinggi ini berbicara dengan intonasi selembut ini.

Sera tertawa kecil, “Kamu mau makan apa emangnya?”

“Kok tanya balik, ibu? Kamu maunya makan apa?”

“Goreng kentang yuk!” Seru Sera, ia baru mengingat bahwa mereka memiliki kentang jadi dan tinggal di goreng saja.

Airlangga tersenyum kecil. “Iya, goreng kentang,” ujarnya.

Dua orang dewasa itu bangkit, mereka berjalan menuju dapur.

“Kamu tunggu disana aja,” ujar Sera sembari mendorong tubuh Airlangga pelan.

“Bisa gorengnya, sayang?”

“Meragukan! Aku bisa masak ya!” Balas Sera. Airlangga terkekeh kecil mendengarnya.

“Iya, sayang,”

“Tunggu disana aja, Air,”

“Iya sayang, iyaa..” balas Airlangga yang menurut perintah istrinya, pria itu keluar dari area dapur dan kembali duduk ditempatnya tadi.

“Ya, orang beneran gapapa! Lebay ih, cuma 15 menit doang!”

“Gak mungkin 15 menit, kan kamu chat aku,” sahut Airlangga.

“Aku chat kamu tapi masih dikampus itu! Terus beli kopi, ngobrol-ngobrol, lama!”

Airlangga terkekeh mendengar ucapan itu. Sera menggeleng-gelengkan kepalanya, ia masih sambil menilai tugas dari para mahasiswanya.

“Itu aku?”

Sera menoleh, “mana? Gak ada?”

Airlangga menunjuk salah satu kontak yang ada di WhatsApp Sera, kontak dirinya.

“Oh, iyalah! ya kali kontaknya Septian!”

“Kok namanya gitu?” Tanya Airlangga.

“Gitu gimana? Gak ada yang salah kayaknya? Ini kan bener, nama kamu,” ujar Sera sembari memakan kentang yang ia goreng.

“Aku suami kamu,”

Sera tertawa usai mendengarnya, “Gak ada yang bilang kamu saudaraku!” ujarnya.

“Masa namainnya gitu? Nanti kalo orang gak tau disangkanya aku mahasiswa kamu, bukan suami kamu,” ujar Airlangga, ia berharap kontak nomornya diganti.

Sera terkekeh, ia mengambil ponselnya. “Mau diganti apa?” tanyanya.

“Suamiku,”

“Ih..” Sera tertawa, lucu sekali Airlangga ini!

Perempuan itu mengganti nama kontak sang suami dari airlangga pangestu menjadi suami.

“Ku-nya mana, sayang?”

“Ya ampun Airr.. mahasiswaku tau kamu suamikuu,” balas Sera gemas.

“Besok kerja?”

“Kerjalah, kita baru sehari kerja ih,” balas Sera.

“Berangkat jam berapa?” Tanya Airlangga lagi.

“Jam 10. Kamu kalo gak bisa nganter aku gapapa, nanti aku naik ojol terus sambung naik MRT, abis itu naik Transjakarta, abis itu naik ojol lagi,” balas Sera.

“Besok aku ada rapat pagi, kemungkinan gak bisa antar kamu. Diantar Pak Reza mau?” Tanya Airlangga, ia tidak akan membiarkan istrinya pergi sendirian.

“Pak Reza siapa? Gak kenal aku, gak mau ah, takut. Gapapa aku naik ojol aja,” balas Sera.

“Pak Reza supir keluarga. Dari dulu udah ikut Pangestu, bahkan dari aku SMP, Pak Reza yang nganter jemput,” ujar Airlangga.

“Oh, supirnya Mama? Gak usah ah!”

“Ya, kenapa? Gapapa, sayang. Daripada kamu capek sendiri naik ojol, MRT, Transjakarta, mending diantar Pak Reza,” ujar Airlangga.

“Nanti aku chat mama dan pak Reza. Nurut aku ya, sayang?”

Sera mengangguk pada akhirnya, menurut pada Airlangga.

“Nanti kalau ada waktu, kita lihat-lihat mobil ya?”

“Buat apa? Kan kamu punya,”

“Buat kamu, biar mobil kamu yang dirumah sana buat Papa kerja, kasian kalo naik motor, panas Papa,”

Perempuan ini tidak tahu kebaikan apa yang ia perbuat hingga bisa mendapatkan Airlangga, laki-laki baik yang selalu berbicara lembut padanya ini benar-benar adalah hal yang membuat Sera berterimakasih berkali-kali kepada Tuhan, karena telah memberikan seorang Airlangga padanya.

“Terserah kamu deh, aku mau nilai tugas ini,”

Airlangga terkekeh, “Semangat ya, sayang,”